Cari Blog Ini

Kamis, 23 September 2010

Pasar Tegalgubug


Cirebon - Kemacetan menghadang pemudik yang hendak menuju Cirebon, Jawa Barat. Gara-gara ada hari pasaran di Pasar Tegal Gubug, lalu lintas menuju Cirebon macet. Namun, polisi telah menyiapkan jalan alternatif.

Pengamatan detikcom, Sabtu (4/9/2010), kemacetan mulai dari 1 km sebelum Pasar Tegal Gubug. Kemacetan lahir karena Hari Jumat sore hingga Sabtu sore digelar hari pasaran. Selain itu, hari pasaran di Pasar Tegal Gubug juga digelar pada Selasa sore hingga Rabu sore.

Pasar tumpah ini memakan badan jalan. Kemacetan diperparah dengan banyaknya angkot, becak yang ngetem. Begitu juga dengan pedagang dan pembeli yang bersliweran di pasar itu. Truk besar juga masih berlalu lalalng menambah keruwetan jalan.

Aparat Kepolisian mengalihkan kendaraan ke sebelah kanan jalan. Pemudik dari arah Jakarta diberi prioritas 3 lajur.

Sedangkan arah sebaliknya menuju Jakarta hanya dibuka 1 lajur. Akibatnya, kendaraan menuju Jakarta macet sepanjang 2 km. Putaran-putaran di depan, sebelum maupun sesudah pasar juga telah ditutup guna mengantisipasi kemacetan.

Polisi telah menyiapkan skenario cadangan lainnya, yakni dengan memasang plang berukuran 2x2 meter bertuliskan "Jalan alternatif jawa tengah ke kanan." Plang itu dipasang di median jalan.

Apabila melewati jalan alternatif, kendaraan dialihkan melalui jalan kampung yang menghindari Pasar Tegal Gubug. Kendaraan lalu tembus di samping RSUD Arjawinangun. Banyak kendaraan yang mencoba jalan alternatif itu.
Ratusan petugas disiagakan di setiap pasar tumpah di wilayah Kabupaten Cirebon. Tujuannya untuk menjaga kelancaran lalu lintas di jalur pantura.

Berdasarkan pantauan di Pasar Tegalgubug, yang terletak di Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon,
Selasa (15/9), arus lalu lintas cukup lancar.

Kendaraan, baik mobil maupun motor, terlihat ramai namun mereka tetap bisa berjalan dengan lancar. Sesekali kendaraan memang berhenti, namun hanya karena dihentikan petugas untuk menyeberangkan orang secara berkelompok. Petugas keamanan pun terlihat berjaga-jaga membentuk pagar betis di sisi jalan.

Selain itu, angkutan umum, baik bus, angkot maupun becak tidak diperbolehkan ngetem di depan pasar ini. Dengan begitu, hingga siang ini lalu lintas pemudik di depan pasar Tegalgubug terlihat lancar tanpa kendala.

Kapolres Cirebon, AKBP Arief Ramdhani, saat dikonfirmasi mengungkapkan pihaknya sudah menyiagakan aparat sejak Jumat malam sekitar pukul 23.00 WIB. "Sebelum aktivitas di Pasar Tegalgubug dimulai, kami sudah menyiagakan petugas kami," katanya.

Ada 2 pleton Dalmas (1 pleton sekitar 60 orang) yang disiagakan secara bergantian. "Satu pleton mulai bersiaga dari pukul 23.00 WIB hingga pukul 08.00 WIB,sedangkan satu pleton lagi berjaga dari pukul 08.00 WIB hingga siang ini," katanya.

Satuan dari Dalmas, turut diterjunkan pula 3 regu lalu lintas, serta bantuan dari personil lain seperti dari TNI dan Satpol PP.

Saat ditanyakan pengamanan untuk hari pasaran esok, Rabu (16/9) di Pasar Gebang, Arief pun mengungkapkan hal yang sama. "Perlakuan yang sama akan kami lakukan di Pasar Gebang dan pasar-pasar lainnya di jalur pantura saat memasuki hari pasarannya," katanya. Yang terpenting, lanjut Arief yaitu menjaga kelancaran lalu lintas selama arus mudik dan
balik mendatang.

Berdasarkan pantauan, pantura Indramayu-Cirebon sudah mulai dipenuhi pemudik. Dari catatan di pos penghitungan kendaraan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Indramayu, pada Selasa (15/9) peningkatan arus mudik pengguna sepeda motor mulai terjadi sejak pukul 04.00 WIB. Saat itu jumlah pemudik bersepeda motor dari arah Jakarta yang melintas
mencapai lebih dari 1.000 unit perjam.


Sedangkan puncak arus mudik pengguna sepeda motor terjadi pada pukul 08.00 WIB hingga 09.00 WIB. Dari total 3.228 kendaraan yang melintas, sebanyak 2.187 unit diantaranya merupakan sepeda motor.

Pada pukul 09.00-10.00 WIB, total kendaraan yang melintas mencapai 2.700 unit. Dari jumlah tersebut, pemudik sepeda motor mencapai 1.871 unit. "Setelah lewat dari jam 10.00 WIB, arus kendaraan jauh berkurang," ujar petugas pencatat di Pos Penghitungan Kendaraan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Indramayu, Edi Setiadi.

Namun pemudik sepeda motor masih melakukan sejumlah pelanggaran. Di antaranya membawa muatan lebih dari dua orang. Bahkan ada satu motor membawa 4 orang, bersama dua anaknya. Selain itu, mereka pun memasang kayu di belakang motor yang digunakan untuk membawa tas. Akibatnya muatannya pun semakin bertambah. Pemudik pengguna sepeda motor pun banyak yang tidak menyalakan lampu besar saat mudik.

sejarah desa tegal gubug


Berdasarkan kronologis sejarah. bahwa terbentuknya Desa Tegalgubug tak lepas dari perjalanan Sejarah masa lampau terbukti dari pendiri Desa Tegalgubug yaitu seorang pengawal Kanjeng Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Salah satu wali kutub dari wali songo. Seorang pengawal/seorang panglima tinggi tersebut bernama Syaikh Muhyiddin Waliyuallah / Syaikh Abdurrohman / Ing Singa Sayakh syayuda atau lebih dikenal dengan Ki Gede Suropati (Mbah Suro).

Sebagaimana kilasan Sejarah dibawah ini:

Setelah perang antara Kerajaan Telaga (kerajaan cikijing,majalengka) dan Kerajaan Galuh (kerajaan Jatiwangi,majalengka) melawan kesultanan Cirebon, kerajaan Telaga dan Galuh dapat ditaklukan, akhirnya masyarakat Telaga memeluk Islam

Kemudian Sunan Gunung Jati dalam penyiaran Agama Islam di Negeri Talaga dan Galuh mengutus beberapa orang Gegeden yang memiliki banyak ilmu dan kesaktian tingggi, untuk memberikan pengawasan terhadap tanah taklukan kesultanan Cirebon, kerana masih ada pepatih yang masih belum memeluk Agama Islam. Diantara Gegede yang diutus itu adalah Syaikh Suropati / Ki Suro. Seorang Gegede yang terkenal sakti mandraguna yang berasal dari Negeri Arab (sumber lain mengatakan dari Mesir dan Baghdad). Yang nama aslinya yaitu Syaikh Muhyiddin Waliyullah / Syaikh Abdurrahman, yang sudah dua tahun tinggal di keraton Cirebon, sabagai santi (murid) Sunan Gunung Jati, lalu setelah dianggap cukup ilmunya oleh Sunan Gunung Jati beliau diutus untuk membantu menyebarkan Ajaran Islam keseluruh pelosok penduduk Jawa Barat, dalam perjalanan penyebaran Ajaran Islam banyak mendapat tanggapan baik dari rakyat, namun tak jarang pula rintangan yang dihadapinya, beliau harus bertanding melawan penggedean pedukuhan tersebut. Namun berkat kesaktian ilmuny ayng mandraguna mereka dapat ditaklukan dan mereka mau memeluk Agama Islam.

Lalu atas jasa dan ilmu kesaktianya, Syaikh Muhyiddin diangkat oleh Sunan Gunung Jati menjadi pepatih unggulan / panglima tinggi (pengawal Sunan) dinegeri Cirebon dengan gelar Ki Gede Suropati. Setelah pemberian gelar tersebut Kanjeng Sunan memerintahkan Ki Suro bertandak ke pondok Ki Pancawal (seorng pembesar kerajaan talaga) untuk membawakan kitab suci Al-quran yang berjumlah banyak diperuntukan sebagai pedoman di Negeri Talaga dan Galuh. Namun ditengah jalan perjalanan menuju negeri Talaga Ki Suro menemui adegan sayembara merebutkan seorang putrid cantik, barang siapa yang mampu mengalahkan Ki Wadaksi (pembesar kerajaan talaga) akan dijodohkan / dikawinkan dengan putrinya yang bernama Nyi Mas Wedara, lalu Ki Suro ikut dalam sayembara tersebut Ki Suro hanya ingin mengetahui ilmu yang dimiliki oleh Ki Wadaksi, akhir Ki Suro dapat mengalahkan Ki Wadaksi dan kemudian memeluk Agama Islam bersama-sama muridnya. Tapi Ki Suro tidak menikahi Nyi Mas Wedara, namun Putri Ki Wadaksi tersebut malah diserahkan kepada Raden Palayasa yang sebelunnya mereka saling mencintai.

Kemudian Ki Suro dibawa oleh Ki Pancawala di pondoknya, dan dijamunya dengan jamuan istimewa sambil menyerakan kitab suci Al-quran. Dengan senang hati Ki Pancawala didatangi Ki Suro, namun dalam jamuan itu Ki Suro terpesona melihat putri Ki Pancawala yang bernama Nyi Mas Ratu Antra Wulan, dalam hati Ki Suro punya keninginan untuk menjadikannya pendamping hidupnya. Namun sebelum Ki Suro mengatakan keinginannya untuk meminang Nyi Mas Ratu Antra Wulan, Ki Pancawala sudah mengatakan bahwa putrinya akan diserahkan kepada Sunan Gunung Jati yang diharapkan menjadi Istrinya, dan Ki Suro bersedia untuk mengatarkanya ke keraton Cirebon.

Dalam perjalanan menuju keraton Cirebon, sangatlah panjang dari masuk dan keluar hutan sampai naik dan turun gunung. Dalam suatu perjalanan mereka mendapati sebuah Gubug kecil ditengah-tengah hutan belantara, Ki Suro meminta beristiharat sebentar untuk menghilangkan rasa letihnya. Setelah itu mereka melanjutkan perlajalanannya menuju keraton Cirebon, namun sebelum Ki Suro menlajutkan perjalanan tiba-tiba dikejutkan dengan kedatngan Nyi Mas Rara Anten, yang meminta Nyi Mas Ratu Antra Wulan untuk dijodohkan dengan putranya. Kemudian terjadilah perang tanding yang seru pada akhirnya Nyi Mas Ratu Anten dapat dikalahkan.

Perjalanan dilanjutkan kembali, setelah sampainya di keraton Cirebon, Ki Suro menyerahkan Nyi Mas Ratu Antra Wulan dan menyampaikan amanat Ki Pancawala kepada Sunun Gunung Jati. Namun amanat Ki Pancawal yang menginginkan anaknya menikah dengan Sunan Gunung Jati tidak diterima dengan cara halus, karena Sunan Gunung Jati sesungguhnya telah mengetahui bahwa Ki Suro menyukai Nyi Mas Ratu Antra Wulan. Karena itu Sunan Gunung Jati memerintahkan Ki Suro menikahi Nyi Mas Rtau Antra Wulan.

Setelah Ki Suro dan Nyi Mas Ratu Antra Wulan menjadi suami istri, mereka membangun pedukuhan / perkampungan disebuah tegalan ditengah-tengah hutan yang dahulu terdapat sebuah gubug kecil yang mereka pernah singgahi sewaktu perjalanan dari kerajaan Talaga menuju keraton Cirebon.

Pedukuhan itu atas izin dan restu dari Sunan Gunung Jati, dan diberi nama “Tegal Gubug” yang mana nama tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu :

> Tegal artinya : Tanah yang dicangkul untuk ditanami

> Gubug artinya : Rumah kecil yang terbuat dari bambu dan atapnya dari daun tebu

> Tegal gubug : Sebuah rumah kecil yang sangat sederhana terbuat dari bamboo, yang sekitarnya terdapat tegalan (galengan) yang siap ditanami.

Peristiwa terbentuknya nama Tegal Gubug ini terjadi sekitar 1489 M. [ Sekitar akhir abad ke 15 ] pada saat kesultanan Cirebon dipimpin oleh kanjeng Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Cirebon. Yang merupakan salah satu Wali dari Walisongo, yang dituahkan ilmunya oleh Rekan-rekannya.

Setelah terbentuk sebuah nama pedukuhan / perkampungan Tegal Gubug, kemudian Ki Suro melanjutkan misinya untuk terus menyebarkan Ajaran Islam. Terbukti dengan pesatnya Agama Islam disekitar Masyaratnya, yang ketika itu masih mempercayai (menganut, menyembah) Agama Nenek moyangnya yaitu : Animisme (aliran/kepercayaan terhadap benda) dan Dinamisme (aliran/kepercayaan terhadap Roh) dan Hindu, Budha.

Narasumber :

1. KH. Rohmatullah

2. K. Miftah (mang tak Alm)

3. Ust Imron Rosyadi Syakur

4. K. Haris Zen

5. Ust Fikriyan (Sejarawan Tegalgubug)

6. Masduki Sarpin (Pakar Sejarah Cirebon)

sekilas sejarah cirebon


Berdasarkan kronologis sejarah. bahwa terbentuknya Desa Tegalgubug tak lepas dari perjalanan Sejarah masa lampau terbukti dari pendiri Desa Tegalgubug yaitu seorang pengawal Kanjeng Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Salah satu wali kutub dari wali songo. Seorang pengawal/seorang panglima tinggi tersebut bernama Syaikh Muhyiddin Waliyuallah / Syaikh Abdurrohman / Ing Singa Sayakh syayuda atau lebih dikenal dengan Ki Gede Suropati (Mbah Suro).

Sebagaimana kilasan Sejarah dibawah ini:

Setelah perang antara Kerajaan Telaga (kerajaan cikijing,majalengka) dan Kerajaan Galuh (kerajaan Jatiwangi,majalengka) melawan kesultanan Cirebon, kerajaan Telaga dan Galuh dapat ditaklukan, akhirnya masyarakat Telaga memeluk Islam

Kemudian Sunan Gunung Jati dalam penyiaran Agama Islam di Negeri Talaga dan Galuh mengutus beberapa orang Gegeden yang memiliki banyak ilmu dan kesaktian tingggi, untuk memberikan pengawasan terhadap tanah taklukan kesultanan Cirebon, kerana masih ada pepatih yang masih belum memeluk Agama Islam. Diantara Gegede yang diutus itu adalah Syaikh Suropati / Ki Suro. Seorang Gegede yang terkenal sakti mandraguna yang berasal dari Negeri Arab (sumber lain mengatakan dari Mesir dan Baghdad). Yang nama aslinya yaitu Syaikh Muhyiddin Waliyullah / Syaikh Abdurrahman, yang sudah dua tahun tinggal di keraton Cirebon, sabagai santi (murid) Sunan Gunung Jati, lalu setelah dianggap cukup ilmunya oleh Sunan Gunung Jati beliau diutus untuk membantu menyebarkan Ajaran Islam keseluruh pelosok penduduk Jawa Barat, dalam perjalanan penyebaran Ajaran Islam banyak mendapat tanggapan baik dari rakyat, namun tak jarang pula rintangan yang dihadapinya, beliau harus bertanding melawan penggedean pedukuhan tersebut. Namun berkat kesaktian ilmuny ayng mandraguna mereka dapat ditaklukan dan mereka mau memeluk Agama Islam.

Lalu atas jasa dan ilmu kesaktianya, Syaikh Muhyiddin diangkat oleh Sunan Gunung Jati menjadi pepatih unggulan / panglima tinggi (pengawal Sunan) dinegeri Cirebon dengan gelar Ki Gede Suropati. Setelah pemberian gelar tersebut Kanjeng Sunan memerintahkan Ki Suro bertandak ke pondok Ki Pancawal (seorng pembesar kerajaan talaga) untuk membawakan kitab suci Al-quran yang berjumlah banyak diperuntukan sebagai pedoman di Negeri Talaga dan Galuh. Namun ditengah jalan perjalanan menuju negeri Talaga Ki Suro menemui adegan sayembara merebutkan seorang putrid cantik, barang siapa yang mampu mengalahkan Ki Wadaksi (pembesar kerajaan talaga) akan dijodohkan / dikawinkan dengan putrinya yang bernama Nyi Mas Wedara, lalu Ki Suro ikut dalam sayembara tersebut Ki Suro hanya ingin mengetahui ilmu yang dimiliki oleh Ki Wadaksi, akhir Ki Suro dapat mengalahkan Ki Wadaksi dan kemudian memeluk Agama Islam bersama-sama muridnya. Tapi Ki Suro tidak menikahi Nyi Mas Wedara, namun Putri Ki Wadaksi tersebut malah diserahkan kepada Raden Palayasa yang sebelunnya mereka saling mencintai.

Kemudian Ki Suro dibawa oleh Ki Pancawala di pondoknya, dan dijamunya dengan jamuan istimewa sambil menyerakan kitab suci Al-quran. Dengan senang hati Ki Pancawala didatangi Ki Suro, namun dalam jamuan itu Ki Suro terpesona melihat putri Ki Pancawala yang bernama Nyi Mas Ratu Antra Wulan, dalam hati Ki Suro punya keninginan untuk menjadikannya pendamping hidupnya. Namun sebelum Ki Suro mengatakan keinginannya untuk meminang Nyi Mas Ratu Antra Wulan, Ki Pancawala sudah mengatakan bahwa putrinya akan diserahkan kepada Sunan Gunung Jati yang diharapkan menjadi Istrinya, dan Ki Suro bersedia untuk mengatarkanya ke keraton Cirebon.

Dalam perjalanan menuju keraton Cirebon, sangatlah panjang dari masuk dan keluar hutan sampai naik dan turun gunung. Dalam suatu perjalanan mereka mendapati sebuah Gubug kecil ditengah-tengah hutan belantara, Ki Suro meminta beristiharat sebentar untuk menghilangkan rasa letihnya. Setelah itu mereka melanjutkan perlajalanannya menuju keraton Cirebon, namun sebelum Ki Suro menlajutkan perjalanan tiba-tiba dikejutkan dengan kedatngan Nyi Mas Rara Anten, yang meminta Nyi Mas Ratu Antra Wulan untuk dijodohkan dengan putranya. Kemudian terjadilah perang tanding yang seru pada akhirnya Nyi Mas Ratu Anten dapat dikalahkan.

Perjalanan dilanjutkan kembali, setelah sampainya di keraton Cirebon, Ki Suro menyerahkan Nyi Mas Ratu Antra Wulan dan menyampaikan amanat Ki Pancawala kepada Sunun Gunung Jati. Namun amanat Ki Pancawal yang menginginkan anaknya menikah dengan Sunan Gunung Jati tidak diterima dengan cara halus, karena Sunan Gunung Jati sesungguhnya telah mengetahui bahwa Ki Suro menyukai Nyi Mas Ratu Antra Wulan. Karena itu Sunan Gunung Jati memerintahkan Ki Suro menikahi Nyi Mas Rtau Antra Wulan.

Setelah Ki Suro dan Nyi Mas Ratu Antra Wulan menjadi suami istri, mereka membangun pedukuhan / perkampungan disebuah tegalan ditengah-tengah hutan yang dahulu terdapat sebuah gubug kecil yang mereka pernah singgahi sewaktu perjalanan dari kerajaan Talaga menuju keraton Cirebon.

Pedukuhan itu atas izin dan restu dari Sunan Gunung Jati, dan diberi nama “Tegal Gubug” yang mana nama tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu :

> Tegal artinya : Tanah yang dicangkul untuk ditanami

> Gubug artinya : Rumah kecil yang terbuat dari bambu dan atapnya dari daun tebu

> Tegal gubug : Sebuah rumah kecil yang sangat sederhana terbuat dari bamboo, yang sekitarnya terdapat tegalan (galengan) yang siap ditanami.

Peristiwa terbentuknya nama Tegal Gubug ini terjadi sekitar 1489 M. [ Sekitar akhir abad ke 15 ] pada saat kesultanan Cirebon dipimpin oleh kanjeng Syaikh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Cirebon. Yang merupakan salah satu Wali dari Walisongo, yang dituahkan ilmunya oleh Rekan-rekannya.

Setelah terbentuk sebuah nama pedukuhan / perkampungan Tegal Gubug, kemudian Ki Suro melanjutkan misinya untuk terus menyebarkan Ajaran Islam. Terbukti dengan pesatnya Agama Islam disekitar Masyaratnya, yang ketika itu masih mempercayai (menganut, menyembah) Agama Nenek moyangnya yaitu : Animisme (aliran/kepercayaan terhadap benda) dan Dinamisme (aliran/kepercayaan terhadap Roh) dan Hindu, Budha.

Rabu, 01 September 2010

nuzulul Qur'an

pada tanggal 17 ramadan ponpes al anwariyah rutin mengadakan peringatan nuzulul qur'an, yang kali ini menghadirkan kiai dari jakarta.
biasanya diadakan sehabis tarawih, dihadiri pula oleh tokoh-tokoh masarakat tegalgubug, walawpun diadakanya waktu ramadan disaat santri pada pulang namun tetap meriah karena kekompakan warganya.
sebelum acara dimulai diadakan dulu pembacaan al qur'an setiap orang satu jus al qur'an,
pembawa acaranya adalah bpk. muksin yang dikordinasi oleh panitia bulan suci ramadan.
diisi juga oleh qori dari blendung cirebon yaitu bpk. abu bakar rofi'i pengurus dari pon pes al anwariyah sendiri.

peringatan hari besar nuzulul qur'an.